Friday, November 4, 2011

Muslim Vs. Mukmin

Yang Berserah Diri (Muslim)
Vs.
Yang Beriman (Mukmin)

Apakah Anda Seorang Muslim (Yang Berserah Diri) atau Seorang Mukmin (Yang Beriman)?


Pertanyaan di atas kelihatannya “tidak relevan” untuk kebanyakan orang yang mengikuti Al-Qur’an, tapi setelah selesai membaca artikel ini Insya Allah anda akan menyadari betapa pentingnya mengetahui apa yang dituntut dari diri kita masing-masing oleh Yang Maha Kuasa.

Istilah 'Muslim' dan 'Mukmin' digunakan secara bergantian oleh masyarakat Islam dan biasanya hampir setiap Muslim yang benar juga dianggap sebagai Mukmin yang benar.

Berikut adalah definisi Muslim dan Mukmin seperti yang biasa ditemukan dalam masyarakat Islam:

Muslim menurut tradisi


Seorang 'Muslim' menurut tradisi adalah seseorang yang menerima penuh 5 rukun:

1. Mengucapkan kalimat syahadat

2. Shalat 5 waktu

3. Puasa di bulan Ramadhan

4. Membayar Zakat

5. Naik Haji (bagi yang mampu)

Jika anda melakukan semua hal di atas, maka anda berada dalam pelukan Islam dan otomatis menjadi bagaian keluarga besar Islam yang berjumlah lebih dari 1 milyar itu.

Mukmin menurut tradisi


Definisi yang biasa diberikan untuk Mukmin adalah sebagai berikut:

1. Iman kepada Allah

2. Iman kepada malaikat

3. Iman kepada Kitab-Kitab Suci-Nya

4. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya

5. Iman kepada Hari Akhir

6. Iman kepada Qada dan Qadr

Perhatikan definisi dari 'Muslim' dimana salah satunya adalah menerima Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Jika anda telah melakukannya, maka anda juga telah menerima Al-Qur’an yang di dalamnya terkandung masalah Allah (Tauhid), malaikat, para rasul, Hari Akhir, juga Qada dan Qadr sebagai sesuatu yang benar!

Oleh karena itu, jika anda mendirikan 5 rukun Islam, maka anda juga harus menerima 6 rukun Iman, yang membuat seseorang menjadi Muslim dan Mukmin sekaligus.

Sejauh ini masih mudah dimengerti…

Nah, sekarang marilah kita lihat apa yang Allah cantumkan dalam Al-Qur’an.

Apakah Muslim dan Mukmin itu sama?


Menurut Al-Qur’an, terdapat perbedaan yang sangat jelas antar seseorang Yang Berserah Diri atau Yang Tunduk Patuh dengan seseorang Yang Beriman

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman (A'manna)". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: ‘Kami telah tunduk (Aslamna)’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [Al-Hujuraat (QS 49): 14]

Pada ayat di atas kita jelas diberitahu oleh Allah bahwa mereka yang mengaku “beriman” telah ditegur oleh-Nya karena mengatakan sesuatu yang tidak benar! Ibaratnya, mereka telah mencoba berlari meskipun berdiri saja belum mampu. Tidaklah mungkin mereka telah “beriman” meskipun mereka mau, namun mereka tetap dapat menjadi Muslim (Yang Tunduk, Yang Berserah Diri) jikalau mereka ingin berada di jalan-Nya.

Siapakah Para Muslim Itu?


Karena Allah telah secara gamblang memberitahu kita dalam QS 49: 14 bahwa Yang Berserah Diri dan Yang Beriman tidaklah sama, kita mesti bertanya pertanyaan yang logis. Pertanyaan tersebut adalah “Siapakah para Muslim itu?”

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada [1] orang yang menyeru kepada Allah, [2] mengerjakan amal yang saleh dan berkata: [3] "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang Yang Berserah Diri"? [Al-Fushshilat (QS 41): 33)]

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, [1] tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan [2] supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. [3] Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan [4] sesungguhnya aku termasuk orang-orang Yang Berserah Diri". [Al-Ahqaaf (QS 46): 15]

Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu Berserah Diri (kepada-Nya)" [Al-Anbiyaa’ (QS 21): 108]

Ternyata kelihatannya cukup sederhana berdasarkan ayat-ayat di atas.

Yang perlu kita lakukan untuk menjadi seorang Muslim (Yang Berserah Diri) adalah dengan mengakui Tauhid (Allah itu Esa), menghargai-Nya, dan melakukan hal-hal yang “baik”

Perlu dicatat bahwa tindakah syirik akan membuat amal kita yang “baik” itu lenyap dan imbalan kita hanyalah neraka.

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun. [Al-Maidah (QS 5): 72]

Satu Tuhan?


Jika seseorang Yang Berserah Diri atau Muslim cukup “menerima bahwa Tuhan itu satu yaitu Allah”, bagaimana mungkin dia bisa berkesimpulan seperti itu jika dia tidak mengakui rasul-rasul-Nya dan kitab-kitab-Nya?

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", atau agar kamu tidak mengatakan:"Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?" [Al-A’raaf (QS 7): 172-173]

Permasalahan percaya kepada “Hanya Allah” ini lebih dari sekadar percaya kepada kitab-kitab atau rasul-rasul-Nya. Percaya kepada “Hanya Allah” adalah fitrah dari keberadaan kita, merupakan bagian diri kita yang tidak terpisahkan.

Tuhan itu Satu. Ini adalah fakta tak terbantahkan yang diakui seluruh umat manusia pada awal pencipataan mereka.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui [Ar-Ruum (QS 30): 30)]

Untuk menjadi Yang Berserah Diri atau Muslim, seseorang cukuplah dengan memegang teguh “fakta” dari fitrahnya tersebut, dan tidak membiarkan dirinya tertipu untuk mengikuti “yang lain” yang telah mempraktekkan syirik terhadap Allah Yang Maha Kuasa. Tidak diperlukan kitab atau apa pun untuk bersaksi atas fakta ini, karena tidak ada satu pun yang bisa mengatakan bahwa dia tidak mengetahui fakta ini di Hari Akhir. Berarti fakta ini diterima oleh semua manusia, baik yang tinggal di kota, di dusun, maupun di pulau terpencil di ujung dunia.

Beramal Baik?


Jika pengakuan adanya Satu Tuhan telah ditanamkan dalam fitrah keberadaan umat manusia, bagaimana elemen Muslim lainnya, yaitu “melakukan amal baik”?

Ketika seseorang telah memilih untuk melangkah di jalan “Allah itu Satu”, maka hal-hal berikut akan menentukan apa yang dia anggap sebagai benar atau salah (kebanyakan orang tanpa kitab suci pun mengetahui hal ini, yaitu sifat alami)

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu:

1. janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

2. berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa,

3. dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka;

4. dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi,

5. dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).

6. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.

7. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.

8. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (mu),

9. dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat

[Al-An’aam (QS 6): 151-152)]

Mengapa hampir setiap manusia setuju bahwa hal-hal di atas adalah penting, misalnya, hampir tidak ada yang setuju bahwa membunuh itu perbuatan yang baik? Padahal, tidak semuanya setuju atau mengakui Allah atau rasul-rasul-Nya atau puasa atau naik haji.

Bukankah ini bukti bahwa pengetahuan “benar” dan “salah” telah ditanamkan ke dalam fitrah umat manusia dan bahwa seseorang Yang Berserah Diri akan mengetahui kebenaran ini hanya dengan melihat ke “dalam” dirinya sendiri?

Kesimpulan: Yang Berserah Diri atau Muslim


Harus disebutkan sekarang bahwa definisi yang diperlukan agar seorang diakui sebagai Muslim (secara tradisi di atas), sebetulnya bukan hal yang betul!

Dia Yang Berserah Diri tidaklah dituntut untuk menunaikan shalat, zakat, puasa, ataupun naik haji. Dan semua ini dikatakan sendiri oleh Allah Yang Maha Kuasa di atas.

Yang Berserah Diri tidak dituntut untuk menerima Al-Qur’an, ataupun kitab-kitab sebelumnya, atau rasul manapun. Dia hanyalah: a) mengakui bahwa Allah itu Satu; dan b) Beramal baik.

Inilah jalan hidup Ibrahim AS, contoh yang sangat baik bagi seluruh umat manusia:

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. [An-Nisaa’ (QS 4): 125]

Meskipun hal ini bisa mengagetkan mereka yang berpaham menurut tradisi di atas, ini adalah kenyataan sesungguhnya menurut perkataan Allah langsung kepada seluruh umat manusia yang Dia cantumkan dalam Al-Qur’an.

Kita hendaknya tidak berpaling kepada Sunni atau Shi’ah atau “pengikut Quran” untuk menemukan seseorang yang diakui Allah sebagai Muslim. Kita cukup melihat orang yang telah mengakui bahwa Allah itu Satu dan telah mendedikasikan hidupnya untuk berbuat amal-amal yang baik.

Kitab-Kitab Allah diturunkan untuk menuntun umat manusia yang bertakwa atau Muttaqin; dan Al-Qur’an adalah kitab yang berisi fakta dan hukum yang diturunkan sebagai sumber insiprasi bagi umat manusia.

Siapakah Yang Beriman?


Ini mungkin menjadi permasalahan yang paling membingungkan.

Pemahaman yang kurang seringkali menyebabkan seseorang tidak bisa membedakan mana yang Muslim dan mana yang Mukmin, dan telah menciptakan kebingungan sehingga melabelkan sifat-sifat yang seharusnya dimiliki Mukmin kepada yang Muslim.

1. Mereka beriman kepada Allah dan Utusan-Nya

Sesungguhnya orang-orang Yang Beriman hanyalah orang-orang Yang Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar [Al-Hujuraat (QS 49): 15]

Ini jauh dari sekedar mengakui Allah. Ayat ini berbicara mengenai kemantapan kepercayaan dan keyakinan dalam hati dan menerima utusan-Nya dengan memikul tanggung jawab dalam mengakui (menjalani) Al-Qur’an.

2. Mereka mencapai tahap yang tidak mempunyai keraguan sedikit pun

Lihat kembali Al-Hujuraat (QS 49): 15. Mereka yakin atas apa yang diturunkan dan kata-kata yang terkandung di dalamnya menambah keyakinan mereka.

3. Mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka

Lihat kembali Al-Hujuraat (QS 49): 15. Memiliki keyakinan hanyalah langkah awal bagi mereka. Mereka adalah orang-orang yang menempatkan uang mereka sesuai perkataan mereka dan berjuang menuju Allah dengan kekayaan dan jiwa mereka

4. Hati mereka bergetar saat Nama Allah disebut

Sesungguhnya orang-orang Yang Beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, … [Al-Anfaal (QS 8): 2]

5. Keyakinan mereka bertambah saat mendengar wahyu-Nya

… dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) [Al-Anfaal (QS 8): 2]

6. Mereka bertawakal kepada Tuhan mereka

… dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal [Al-Anfaal (QS 8): 2]

7. Mereka menegakkan shalat

(yaitu) orang-orang yang mendirikan salat [Al-Anfaal (QS 8): 3]

Disebabkan “perjalanan” yang telah dilalui mereka Yang Beriman, hubungan spiritual yang lebih sangat dibutuhkan dengan jalan menegakkan shalat dan secara konsisten melantunkan kata-kata dan perintah-perintah Allah.

8. Mereka menafkahkan sebagain rezeki mereka

… dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka [Al-Anfaal (QS 8): 3]

Mereka Yang Beriman juga memberi sedekah untuk mencapai tingkat “Zakat” atau “kemurnian” yang berarti membersihkan jiwa dan menyempurnakan “perjalanan” menuju Allah.

Hasilnya adalah:

Itulah orang-orang Yang Beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia [Al-Anfaal (QS 8): 3]

Seperti yang dapat kita baca, mereka Yang Beriman berada pada tingkatan yang jauh berbeda dan telah mencakup elemen-elemen “baru” ketimbang apa yang telah disebutkan di atas mengenai mereka yang berstatus Muslim atau Yang Berserah Diri.

Mengapa seseorang ingin menjadi Yang Beriman?


Karena Muslim cukuplah percaya bahwa Allah itu Satu dan berlaku kebaikan, mengapa seseorang ingin berkutat dengan para rasul dan kitab suci yang pada intinya berarti menaati sejumlah peraturan dan perintah?

Dan apabila dibacakan (Al Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata: "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; Al Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan Kami, sesungguhnya Kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan (nya). [Al-Qashash (QS 28): 53]

Ketika mereka memutuskan untuk mengambil langkah selanjutnya dan menegakkan cirri-ciri dari Yang Beriman menurut Al-Qur’an, mereka akan memperoleh pahala dua kali.

Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. [Al-Qashash (QS 28): 54]

Satu pahala sebagai Muslim, dan satu pahala sebagai Mukmin.

Pada intinya, mereka yang ingin menjadi Mukmin, adalah mereka yang menginginkan sesuatu yang lebih.

Seperti yang kita tahu bahwa surga dibagi atas beberapa tingkatan, tergantung seberapa jauh seseorang berjalan menuju Allah semasa hidupnya. Merupakan hal yang logis bahwa Allah memberikan pengetahuan kepada kita agar kita dapat mengetahui bagaimana mencapai tingkat yang lebih tinggi, dan bagaimana bahkan sampai pada tingkatan yang dicapai oleh para rasul dan mereka yang mati syahid.

Yang Beriman = Yang Benar dan Lurus


Karena mereka Yang Beriman telah memutuskan untuk melangkah lebih jauh dari sekedar percaya kepada Allah, dan telah pula meyakini utusan-utusan-Nya (QS 49: 15), maka mereka telah diatur oleh peraturan baru yang menjadikan mereka kaum Yang Benar dan Lurus.

Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,

(yaitu)

  1. mereka Yang Beriman kepada yang gaib,
  2. yang mendirikan shalat
  3. dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
  4. dan mereka Yang Beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu
  5. dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,
  6. serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
  7. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

[Al-Baqarah (QS 2): 2-5]

Mereka adalah orang-orang yang telah melangkah lebih jauh dari sekedar hal-hal yang dasar yaitu a) Allah itu Satu, dan b) beramal baik. Mereka telah mendapatkan keimanan dan secara otomatis telah termasuk dalam lingkaran yang sama sekali berbeda.

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah

  1. beriman kepada Allah,
  2. hari kemudian,
  3. malaikat-malaikat,
  4. kitab-kitab,
  5. nabi-nabi
  6. dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
  7. dan (memerdekakan) hamba sahaya,
  8. mendirikan salat,
  9. dan menunaikan zakat;
  10. dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
  11. dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
  12. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

[Al-Baqarah (QS 2): 177]

Perintah-perintah yang mengatur mereka Yang Benar dan Lurus lebih dari sekedar “berbuat baik” dan termasuk di dalamnya semua perintah Allah. Yaitu:

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: [1] janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, [2] berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, [3] dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; [4] dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, [5] dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).

[6] Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. [7] Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. [8] Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (mu), [9] dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,

dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, [10] maka ikutilah dia; [11] dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. [Al-An’aam (QS 6) :151-153]

Mereka Yang Benar dan Lurus juga dituntut hal-hal lain dalam perjalanan mereka seperti:

Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang Yang Beriman. [An-Nisaa’ (QS 4): 103]

Lalu juga membersihkan diri mereka dengan berzakat (QS 2: 177)

Berpuasa dalam periode tertentu untuk menumbuhkan kesabaran (siyam) seperti dalam

Hai orang-orang Yang Beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa

[Al-Baqarah (QS 2): 183]

Kesimpulan


Mereka yang mengikuti Al-Qur’an secara penuh yang diwahyukan melalui para rasul tidak lagi menjadi sekedar Muslim, namun mereka telah maju ke tingkatan berikutnya yaitu menjadi Mukmin.

Hal yang kerap terjadi di masyarakat sekarang adalah orang-orang menuntut hal-hal yang seharusnya dikerjakan bagi Yang Beriman kepada mereka yang baru pada tingkatan Yang Berserah Diri. Ini seperti menyuruh mereka menerbangkan pesawat tempur padahal naik pesawat penumpang saja belum pernah.

Seseorang tidak akan bisa menghargai atau mengerti nilai-nilai dari shalat dan zakat jika dia belum melangkah di jalan a)Allah itu Satu dan b) beramal baik.

Hanya ketika mereka mendapatkan “kepastian” dalam hatinya, mereka bisa melangkah lebih jauh ke tingkatan selanjutnya; yaitu meyakini Utusan-Nya dan menegakkan peraturan Kebenaran atau Takwa dalam hidupnya.

No comments:

Post a Comment